Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini sedang mengkaji larangan pinjol online menggunakan layanan penagihan utang. “Kami juga yakin akan melihat koleksinya, kami bisa melarangnya,” kata Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dalam acara bertajuk Pinjaman Sah atau Ilegal Online: Kebutuhan Masyarakat dan Penegakan Hukum, Jumat (2 November).
Menurutnya, penggunaan layanan penagihan utang terutama disediakan atau dialihdayakan oleh pihak ketiga, sehingga menyulitkan OJK untuk melacaknya. Oleh karena itu, kata dia, pihaknya akan memperbaiki regulasi tentang pengembalian pinjaman. “Ini harus dilakukan oleh pemberi pinjaman karena debt collector adalah outsourcing, yang terkadang sulit dilacak. Untuk itu kami terus akan melakukan perbaikan,” jelas Wimboh.
Rencana revisi ketentuan fintech P2P lending atau pinjol sebelumnya disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Riswinandi. Ia menyebut dalam aturan main terbarunya nanti, terdapat sejumlah larangan untuk perlindungan konsumen, seperti tata cara penagihan.
“Peraturan itu akan dikeluarkan mengingat fintech P2P lending harus diiringi dengan peningkatan aspek perlindungan konsumen,” ungkap Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Riswinandi melalui keterangan resmi, Jumat (28/1). Tak cuma tata cara penagihan, Riswinandi melanjutkan perubahan ketentuan fintech P2P lending juga akan mengatur kepemilikan platform layanan pendanaan bersama, bentuk badan hukum, modal pendirian, nilai ekuitas, batas maksimum pendanaan, dan pemegang saham pengendali.
“Ketentuan layanan pendanaan bersama ini ditujukan untuk memperkuat industri fintech P2P lending dari sisi kelembagaan dan layanan terhadap konsumen, serta kontribusinya bagi perekonomian,” terang Riswinandi. Ia menambahkan perumusan aturan baru juga sudah melibatkan pelaku industri dan stakeholders termasuk akademisi. Diharapkan, saat aturan baru tersebut keluar, pelaku fintech P2P lending bisa segera mengimplementasikan.